Rabu, 20 April 2016

Ensefalokel

Definisi Ensefalokel



            Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf dengan adanya penonjolan pada selaput otak dan otak yang berbentuk seperti kantung melaluisuatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan pentupan tabung saraf selama perkembangan janin. Ensefalokel bisa terjadi dibelakang kepala, puncak kepala, atau diantara dahi dan hidung. Dugaan penyebab penyakit ini adalah infeksi, faktor umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua ketika hamil, mutasi genetik dan pola makan yang tidak tepat saat hamil.
    Ada dua pengertian ensefalokel yaitu:
1.      Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf dengan adanya penonjolan pada selaput otak dan otak yang berbentuk seperti kantung melaluisuatu lubang pada tulang tengkorak.
2.      Ensefalokel adalah kelainan pada bagian oksifital. Terdapat kantung yang berisi cairan jaringan saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksifitalis.

      Penyebab Ensefalokel

Ada beberapa dugaan penyebab penyakit ini diantaranya infeksi, faktor  umur terlalu tua atau muda saat hamil,mutasi ginetik, serta pola makan yang salah saat hamil sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukkan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama hamil. Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi pada bagian oksifitalis.


Gejala Ensefalokel
Ø  Hidrosefalus
Ø  Kelumpuhan keempat anggota gerak
Ø  Mikrosefalus
Ø  Kejang
Ø  Ataksia
Ø  Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan 

Penatalaksanaan Ensefalokel

   Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1.      Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kassa steril setelah lahir.
2.     Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat berbahaya. Biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan jaringan otak yang menonjol kedalam tulang tengkorak, membuang kantung.
a.       Sebelum operasi bayi dimasukkan kedalam inkubator dengan kondisi tanpa baju
b.      Jika kantung bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup
c.       Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi, dan ahli urologi
d.      Melakukan informed choice dan informed consent dengan keluarg
3.     Pasca operasi perhatikan luka agartidak basah, ditarik atau digaruk bayi. Perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian antibiotk dan kolaborasi.

Pencegahan Ensefafokel

Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi.
Sumber asam folat banyak didapatkan dari :
a)      Sayuran seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah
b)      Kacang segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga matahari.produk biji-bijian yang diperkaya (pasta, sereal, roti)
c)      Buah-buahan seperti: jeruk, tomat, nanas, melon, jeruk bali, pisang, strawberry, alputkat
d)     Susu dan produk susu seperti keju dan yoghurt
e)      Hati dan jeroan
f)       Putih telur

Salah satu, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya dilakukan pembedahan untuk tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif. Pronosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertai.

Senin, 18 April 2016

Molahidatidosa



Pengertian dari Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas. Adalah suatu kehamilan yang berkembeng tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik menjadi massa gelembung- gelembung bening. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila perubahan mola hanya fokal dan tidak berlanjut disertai janin  atau  bagian  dari  janin  disebut Mola parsialis atau Partial mole.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter. Gambaran histopatologik yang khas  dari  mola  adalah:  edema,  stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada  vili dan proliferasi sel-sel epitel trofoblas, sedangkan gambaran sitogenik-nya pada umumnya dapat berupa X 46.
Mola parsial secara makroskopik, berupa gelembung mola yang disertai janin atau  bagian  dari  janin.  Umumnya  janin mati pada bulan pertama tapi ada pula yang hidup sampai cukup besar dan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat yang lain masih nampak vili yan g normal.
Etiologi dari Mola Hidatidosa
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, banyak faktor yang dapat menyebabkan antara lain :
1.      Faktor ovum: ovum sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluar- kan.
2.      Umur di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun.
3.      Imunoselektif dari trofoblas.
4.      Keadaan sosioekonomi yang rendah dan defisiensi gizi; mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka dengan status ekonomi yang rendah serta diet rendah protein.
5.      Paritas tinggi.
6.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Patofisiologis dari Mola Hidatidosa

Ada beberapa teori yang menerang- kan patogenesis dari penyakit trofoblas:
1.      Teori Missed abortion
Mudigah  mati  pada  kehamilan  3 -5 minggu (missed abortion), karena itu terjadi  gangguan  per edaran  darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam  jaringan  mesenkim  dari  vili dan akhirnya terbentuk gelembung- gelembung.
2.      Teori neoplasma dari Park
Dikatakan  yang  abnormal  adalah  sel- sel trofoblas, yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke-dalam vili sehingga  timbul  gelembung.  Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah d a n kematian mudigah. Mola hidatidosa komplit berasal dari genom maternal (genotype 46XX lebih sering) dan 46 XY jarang, tapi 46XXnya berasal dari replikasi haploid sperma dan tanpa kromosom dari ovum. Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (tripoid, 69XX atau 69XY dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi paternal dari 1 sperma atau fertilisasi disperma).

Diagnosis dan Gejala Klinik dari Mola Hidatidosa

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu enek, muntah, pusing dan lain-lain, hanya satu derajat keluhannya  sering  lebih  hebat.  Selanjut- nya perkembangan lebih pesat, sehingga biasanya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.
Perdarahan merupakan gejala utama mola, biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi pada bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan biasa intermitten, sedikit-sedikit, atau sekaligus banyak, sehingga menyebab- kan syok dan kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya pasien  mola  masuk dengan keadaan anemi.
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenorea, perdarahan pervaginaan atau keluarnya “vesikel” mola dari vagina, uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan tidak ditemukannya tanda kehamilan pasti, seperti tidak terabanya bagian-bagian janin juga gerakan janin dan ballotemen serta tidak terdengarnya bunyi jantung janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilaku- kan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin   (HCG)   dalam   darah atau urine.  Peninggian  HCG  terutama  setelah hari ke 100, biopsy transplasental.
Diagnosis pasti dari mola hidatidosa biasanya dapat dibuat dengan ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran yang khas berupa “vesikel-vesikel” (gelembung mola) dalam kavum uteri atau “badai salju” (snow flake pattern).
Secara singkat gambaran diagnostic klinik mola hidatidosa adalah:
1.      Pengeluaran darah yang terus menerus atau   intermitten   yang   terjadi  pada kehamilan kurang lebih 12 minggu.
2.      Pembesaran  uterus  yang  tidak  sesuai dengan usia kehamilan.
3.      pada palpasi  tidak  teraba bagian janin dan denyut jantung janin tidak terdengar
4.      Gambaran ultrasonografi yang khas.
5.      kadar HCG yang tinggi setelah hari ke 100.
6.      Preeklampsia-eklampsia   yang  terjadi sebelum minggu ke-24.

Pemeriksaan Diagnostik dari Mola Hidatidosa

Untuk mendiagnosis mola hidatidosa dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang:
1.      Foto thoraks
2.      pemeriksaan HCG urine atau darah
3.      USG

4.      Uji  sonde  menurut  Hanifa.  Sonde masuk tanpa tahanan dan dapat diputar dengan deviasi sonde kurang dari 10.
5.      Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.

Penatalaksanaan dari Mola Hidatidosa

Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:
1.      Perbaiki keadaan umum
2.      Pengeluaran jaringan mola
3.      Terapi profilaksis dengan sitostatika
4.      Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
a.       Perbaikan keadaan umum.

Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfuse darah bila anemia (Hb 8 gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis gravidarum diobati sesuai dengan protocol penanganannya. Sedang- kan bila ada gejala tirotoksikosis di konsul ke bagian penyakit dalam.
b.      Pengeluaran jaringan mola.
Ada  2  cara  yaitu : 
a)      Kuretase
·         Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah  rutin,  kadar  β-hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.
·         Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
·         Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus dengan tetesan oxytocin 10 UI dalam 500 cc Dextrose 5%/.
·         Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
·         Seluruh   jaringan   hasil   kerokan dikirim ke laboratorium PA.

b)      Histerektomi,  tindakan ini dilaku-kan pada wanita yang telah cukup  (> 35 tahun)  dan  mempunyai  anak  hidup (>3 orang).

c.       Terapi profilaksis dengan sitostatika Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien  pasca  evaluasi  mola  hidatidosa masih  menjadi  kontroversi.  Beberapa hasil  penelitian  menyebutkan  bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang mendapat- kan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar 47%. Pada umumnya  profilaksis  kemoterapi  pada kasus   mola   hidatidosa   ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterai untuk tujuan trapi definitive  memberi-kan  keberhasilan hampir  100%.  Sehingga  pemberian profilaksis  diberikan  apabila.  apabila dipandang   perlu   pilihan   profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20 mg/ hari IM selama 5 hari.

d.      Pemeriksaan tindak lanjut.
·         Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun.
·         Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil  kombinasi  atau  diafragma dan pemeriksaan  fisik  dilakukan  setiap kali pada saat penderita datang kontrol.
·         Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar β-hCG normal tiga kali berturut-turut.
·         Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-hCG normal selama 6 kali berturut-turut.
·         Bila  terjadi  remisi  spontan  (kadar β-hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks setelah saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
·         Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan meningkat taua pada pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Prawiroherdjo Sarwono,  Wiknjosastro Hanifa. 2011. Ilmu Kandungan Ed.3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2.      Prawiroherdjo Sarwono,  Wiknjosastro Hanifa. 2013. Ilmu Kebidanan Ed.4. Jakarta:  PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3.      Varney Helen, Kriebs Jan M, Gegor Carolyn L. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.4 Vol.1. Penerbit Buku Kedokteran EGC
4.      Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28. Jakarta: EGC
5.      Kerjasama WHO, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, IBI. 2013.  Pelayanan Kesehatan Ibu DiFasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Ed.1. UNFPA, UNICEF, USAID